Puisi!
Asa,
Jangan Bawa Kupu-Kupu ke Sekolah
Jimat Kalimasadha
Asa, jangan bawa
kupu-kupu itu ke sekolah
Nanti sayapnya patah
Nanti hilang warnanya
indah
Asa, jangan bawa
jangkrik itu ke sekolah
Nanti riang suaranya
hilang
Nanti teriaknya jadi
serak
Asa, jangan bawa
kalajengking itu ke sekolah
Nanti sengatnya tak
punya bisa
Nanti sakitnya tak
berasa
Ayo, kembalikan saja ke
rumahnya
Biar hidup bahagia
seperti kita
Bersama ibu, ayah, dan
saudaranya
Ayo, lepaskan saja
mereka
Hidup bebas merdeka
Meramaikan belantara
raya
Kaki
Patiayam-Gondoharum, Kudus-Juni 2011
Analisa
puisi strata norma Roman Ingarden!
1.
Lapis
Bunyi
Asonansi yang sering
muncul dalam puisi tersebut yaitu /a/, sedangkan aliterasi yang sering muncul
yaitu /n/ dan /b/ seperti pada kata nanti,
bawa, warna, biar, bahagia, bersama, bebas, belantara,
kembalikan, dll.
Bunyi-bunyi atau pola bunyi yang bersifat
istimewa dalam puisi di
atas, antara lain:
Asa, jangan bawa kupu-kupu itu ke sekolah
Asa, jangan bawa jangkrik itu ke sekolah
Asa, jangan bawa kalajengking itu ke sekolah
Nanti
riang suaranya hilang
Nanti
teriaknya jadi serak
Nanti
sengatnya tak punya bisa
Nanti
sakitnya tak berasa
2.
Lapis
Arti
Kata “Asa” dapat diartikan sebagai harapan atau
permohonan. Bisa juga diartikan sebagai generasi masa kini. Sementara kata “kupu-kupu,
jangkrik, dan kalajengking” adalah kumpulan
binatang yang menggambarkan watak manusia. Ada manusia yang baik dan terlihat
menawan seperti kupu-kupu, ada yang
terlihat biasa-biasa saja seperti jangkrik,
ada pula yang memiliki watak jahat seperti kalajengking.
Kata “sekolah”
diartikan sebagai tempat mencari ilmu.
Puisi
tersebut menjelaskan bahwa dalam mendidik manusia yang memiliki beragam watak,
tidak harus pergi ke sekolah yang hanya berisi segudang peraturan dan tugas
yang menumpuk. Saat ini, sekolah hanya menuntut siswanya untuk pintar tanpa
diikuti dengan upaya meningkatkan kecerdasan moral siswanya. “Kembalikan
saja ke rumahnya”. Dengan membebaskan mereka kembali ke lingkungannya,
diharapkan manusia-manusia yang memiliki beragam watak tersebut dapat
berkembang sesuai nalurinya.
“Biar
hidup bahagia seperti kita. Bersama ibu, ayah, dan saudaranya”. Sejatinya,
pendidikan dari keluarga-lah yang sangat penting untuk perkembangan mental dan
moral anak-anak.
Puisi tersebut dapat pula diartikan
sebagai program konservasi. Jika kita sering membawa kupu-kupu, jangkrik, dan kalajengking ke sekolah untuk dijadikan
bahan percobaan, hal ini akan mengakibatkan punahnya binatang tersebut.
Generasi mendatang tidak akan bisa menikmati keindahan kupu-kupu, merdunya
suara jangkrik, dan melihat kalajengking yang bisa menyengat. Untuk itu, mereka
harus dikembalikan ke alamnya dan tidak mengurung binatang-binatang tersebut
dalam sebuah tempat observasi. Biarkan mereka hidup bebas sesuai habitatnya
agar tidak punah.
3. Lapis objek
·
Tema
Puisi
tersebut bertema tentang konservasi. Dengan melibatkan nama-nama binatang
seperti kupu-kupu, jangkrik, dan
kalajengking dapat dimaknai bahwa puisi tersebut bertema pelestarian hewan
atau konservasi hewan. Jika dianalisis dari segi makna tersiratnya bahwa
binatang-binatang tersebut menggambarkan watak manusia berarti puisi itu
bertema konservasi moral.
·
Latar
Tempat yang
tersurat dalam puisi tersebut yaitu sekolah yang dimaknai sebagai tempat
mencari ilmu atau tempat mengadakan penelitian. Selain itu juga disebutkan rumah
yang diartikan sebagai habitatnya. Latar waktu yang digambarkan dalam puisi
tersebut yaitu pada masa kini yang ditafsirkan bahwa masa kini banyak binatang
yang punah atau moral manusia yang semakin merosot. Dunia pendidikan dirasakan
tidak lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Pendidikan dikembalikan ke alam
agar mereka dapat mengembangkan bakat yang dimiliki. Alam adalah guru terbaik.
·
Pelaku
Pelaku
dianalogikan sebagai kupu-kupu, jangkrik
dan kalajengking. Secara tersirat binatang tersebut menggambarkan tiga
watak manusia yang berbeda. Kupu-kupu melambangkan watak baik, jangkrik
melambangkan watak yang biasa-biasa saja, sedangkan kalajengking melambangkan
watak jahat.
·
Sasaran
Puisi tersebut ditujukan
untuk generasi masa kini agar lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
4.
Lapis
dunia
Dipandang dari
sudut pandang tertentu, pengarang
ingin mengungkapkan bahwa di masa kini sekolah tidak lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Kegiatan penelitian
di sekolah tidak lagi memperhatikan keseimbangan alam hingga menimbulkan
punahnya beberapa jenis binatang. Sekolah hanya mencetak lulusan yang cerdas
dan pintar tanpa diimbangi dengan moral yang baik. Jika keadaannya demikian,
sebaiknya para peserta didik dikembalikan ke habitatnya agar berkembang dengan
baik. Pendidikan keluarga dirasa paling tepat untuk mengembangkan kecerdasan
moral mereka. Begitu pula dengan binatang-binatang yang dijadikan bahan
penelitian. Sebaiknya dikembalikan ke alam agar hidup bebas dan tetap terjaga
kelestariannya.
5. Lapis
Metafisis
Dalam puisi tersebut pengarang ingin
mengajak pembaca untuk menggalakkan program konservasi. Konservasi alam maupun
konservasi moral. Kedua-duanya sangat penting untuk menyongsong masa depan yang
lebih tenteram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar